#PSIKOTERAPI "TERAPI KELUARGA"

B.    TERAPI KELUARGA

1.      Pengertian Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive (Bateson et al,1956; Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan, 1953).
Terapi keluarga mengajarkan penyelesaian tanpa paksaan, mengajarkan orang tua untuk menetapkan kedisiplinan pada anak-anak mereka, mendorong tiap anggota keluarga untuk berkomunikasi secara jelas satu sama lain, mendidik anggota keluarga dalam prinsip perubahan perilaku, tidak menekankan kesalahan pada satu anggota akan tetapi membantu anggota keluarga apakah harapan terhadap anggota yang lain masuk akal.

2.      Tujuan Terapi Keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh.Ada cara tercepat dalam terapi dimana terapis keluarga membuat usaha untuk mempengaruhi seluruh anggota keluarga dengan menunjukan cara dimana mereka berinteraksi dalam sesi keluarga itu. Kemudian, setiap anggota keluarga diminta menyampaikan harapan untuk perkembangan diri mereka sebaik mungkin, umumnya untuk menyampaikan komitmen pada terapis.
Tujuan jangka panjang bergantung pada bagian terapis keluarga, apakah sebagian besar yang dilakukan untuk mengembangkan status mengenali pasien, klarifikasi pola komunikasi dlm keluarga, dll. Dalam survey, responden diminta menyebut tujuan primer dan sekunder mereka, untuk seluruh keluarga, kedalam 8 kemungkinan tujuan. Tujuan yang disebut sebagai tujuan primer ‘mengembangkan komunikasi’ untuk seluruh keluarga, ternyata lebih dipilih ‘mengembangkan otonomi dan individuasi’. Sebagian memilih ‘pengembangan symptom individu’ dan ‘mengembangkan kinerja individu’. Memfasilitasi fungsi individu adalah tujuan utama dari terapi individual, tetapi para terapis keluarga melihat sebagai bukan yang utama dalam proses perubahan keluarga yang luas, khususnya sistem komunikasi dan sikap anggota keluarga yang menghormati anggota lainnya.

3.      Jenis-jeniss Terapi Keluarga
a.       Terapi Keluarga “Bowenian” atau Transgenerasional
            Menurut pendekatan ini, keluarga dilihat sebagai sebuah unit yang saling tergantung secara emosional, dengan pola-pola perilaku yang terbentuk seiring perjalanan waktu dan sering kali diulangi kembali dari generasi ke generasi. Keluarga menciptakan iklim emosional dan pola perilaku yang akan diduplikat oleh anggota-anggotanya dalam hubungan-hubungan di luar setting keluarga.
            Tujuan utama tipe intervensi ini adalah: (a) mengurangi tingkat kecemasan keluarga secara keseluruhan, sehingga memungkinkan anggota-anggotanya untuk berfungsi secara independen dan mengubah perilaku-perilaku bermasalahnya, (b) mengingkatkan tingkat diferensiasi dasar masing-masing anggota dari kebersamaan emosional keluarga, proses yang memungkinkan anggota-anggotanya untuk memberikan respons terhadap berbagai situasi emosional secara lebih efektif. Refleksi diri tentang keluarganya sendiri merupakan hal yang berguna bagi terapis keluarga.
Teknik-teknik yang digunakan dalam terapi tipe ini adalah:
1).   Klien berbicara dengan terapis, bukan dengan sesama anggota keluarga. Ini untuk  menjaga agar reaktivitas emosional tetap rendah.
2).   Genograms merupakan peta yang merepresentasikan paling tidak tiga generasi dalam keluarga.
3).   Detriangulating yaitu tetap bersikap objektif dan tidak memihak.
b.  Terapi Keluarga Komunikasi dan Satir
            Ciri khas pendekatan ini adalah kenaikan self-esteem anggota keluarga sebagai sarana untuk mengubah sistem interpersonal keluarga. Pendekatan ini mengasumsikan keberadaan keterkaitan antara self-esteem dan komunikasi, di mana kualitas yang satu mempengaruhi kualitas yang lainnya.
            Tujuan dari pendekatan ini adalah meningkatkan kematangan keluarga. Tugas terapis dalam terapi ini sebagai berikut:
1). Memfasilitasi penciptaan harapan dalam keluarga.
2). Memperkuat keterampilan coping pada anggota keluarga dan proses-proses coping dalam keluarga itu.
3).  Memberdayakan setiap individu dalam keluarga itu agar dapat menentukan pilihan dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambilnya.
4).  Memperbaiki kesehatan masing-masing anggota keluarga dan kesehatan dalam sistem keluarga itu.
Teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan ini adalah:
1).  Kronologi fakta kehidupan keluarga, riwayat keluarga holistik.
2).  Metaphor, yaitu diskusi tentang sebuah ide dengan menggunakan analogi.
3).  Drama. Para anggota keluarga memainkan adegan-adegan yang diambil dari kehidupan mereka.
c.   Terapi Keluarga Eksperiensial
            Pendekatan ini menekankan pada pentingnya mengalami dan mengekspresikan emosi here-and-now. Tipe terapi ini cenderung menekankan pada promosi proses pertumbuhan alamiah dalam keluarga, sambil sekaligus memberikan perhatian pada perebutan tipikal antara otonomi dan interpersonal belonging yang terjadi dalam keluarga. Terapi jenis ini membantu para anggota keluarga untuk meningkatkan rasa memiliki keluarga, sambil meningkatkan kemampuan keluarga itu untuk memberikan kebebasan sebagai individu kepada setiap anggotanya.
            Terapi ini akan sukses jika dapat mencapai sejumlah tujuan yang satu sama lain saling berkaitan. Teknik-teknik yang digunakan dalam terapi ini, yaitu:
1). Bergabung, yaitu klinisi menjalin hubungan dengan seluruh anggota keluarga.
2). Pekerjaan rumah. Para anggota keluarga tidak akan membicarakan tentang terapi di sela-sela sesi.
3).  Penggunaan self. Klinisi berhubungan dengan dirinya sendiri dan berbagi dengan keluarga itu.
d.   Terapi Keluarga Milan
            Terapi keluarga Milan melihat bahwa manusia terlibat dalam interaksi-interaksi resiprokal yang mengakibatkan evolusi berkelanjutan dalam keluarga. Konsekuensinya, masalah yang tampak dianggap merupakan fungsi keluarga dan bukan sebagai gejala-gejala patologis yang melekat pada individu tertentu. Biasanya klinisi membantu keluarga menemukan aturan permainan keluarga itu dan memberdayakan mereka untuk mengubah aturan itu untuk memperbaiki hasilnya. Terapis berupaya untuk tetap bersikap netral dan memfasilitasi prosesnya dan bukan menjadi ikut terorganisasi ke dalam sistem keluarga itu.
            Teknik-teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.       Circular questioning, yaitu memungkinkan akses ke persepsi/reaksi anggota-anggota keluarga.
b.      Prescriptions, yaitu instruksi-instruksi paradoksal untuk menangani gejala.
c.       Hipotesis, terapis mengusung ide-ide terdidik dalam sesi.
e.   Terapi Keluarga Konstruktivis atau Naratif
            Fokus dari pendekatan ini adalah perkembangan makna atau cerita tentang kehidupan orang dan peran yang dimainkan orang dalam kehidupannya. Cerita-cerita ini menjadi fokus intervensi. Pengubahan proses-proses evaluasi dan pemaknaan yang dilakukan oleh seluruh anggota sistem itu, dan sistem itu sendiri, guna memperbaiki fungsi unit keluarga itu secara keseluruhan dan mengurangi kepedihan dan penderitaan.
            Teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan ini adalah:
a.       Dekonstruksi, yaitu mengurangi riwayat permasalahan.
b.      Rekonstruksi/re-authoring, yaitu proses pengembangan kisah keluarga yang baru.
c.       Tim yang melakukan refleksi. Sekelompok professional pengamat mendiskusikan tentang keluarga itu.
f.   Terapi Keluarga Berfokus-Solusi
 Asumsi : perubahan merupakan sesuatu yang tak terhindarkan
       Fokus    : Bidang-bidang yang dapat diubah, fokus pada hal-hal yang mungkin, berusaha mengambil kekuatan dan kompetensi yang sudah ada dalam keluarga itu dan memanfaatkannya serta memfasilitasi.
 Teknik yang digunakan :
- Pertanyaan mukjizat : seberapa berbedakah keluarga ini jika terjadi mukjizat?
- Mengukur : anggota keluarga diminta member penilaian numeric mengenai keadaan keluarga
- Dekonstruksi : menciptakan keraguan dalam kerangka acuan keluarga
g.   Terapi Keluarga Strategik
 Fokus : Perubahan perilaku bukan perubahan pemahaman/ insight
 Lebih berkonsentrasi pada teknik daripada teori
 Tujuan utama : dihasilkannya solusi dan intervensi
 Lima tahap dasar terapi:
-  Tahap sosial : klinisi berbicara terhadap tiap orang dalam keluarga dan memperlakukannya seperti tamu.
-    Tahap masalah : klinisi melontarkan pertanyaan spesifik seputar masalah yang dihadapi keluarga tsb
-    Tahap interaksi : klinisi mengumpulkan seluruh anggota keluarga untuk mendiskusikan masalah mereka sambil mengobservasi proses interseksional
-    Tahap penetapan tujuan:  Klinisi mendefinisikan secara operasional tujuan-tujuan yang diinginkan keluarga
-    Tahap penetapan tugas: klinisi memberikan instruksi yang diselesaikan di sela-sela sesi dan didiskusikan dengan anggota keluarga
 Teknik yang digunakan : perintah, perintah paradoksal, menetapkan gejala
h.   Terapi Keluarga Struktural
Menekankan pentingnya proses daripada isi dan melihat struktur keluarga sebagai struktur yang terdiri atas sejumlah transaksi komunikasi keluarga
Fokus utama: subsistem dan batas-batas yang ada dalam keluarga tersebut. Batas tersebut dapat bersifat kaku, jelas,kabur.
Tujuan utama : mengatasi berbagai masalah dengan mengubah struktur system yang mendasari
Sesi terapi bersifat aktif, penekanan pada proses daripada insight
3 tahap intervensi:
-    Terapis berusaha bergabung dan diakomodasi oleh system keluarga. Terapis harus menyesuaikan dengan system komunikasi dan persepsi keluarga
-    Pembentukan diagnosis structural dimulai dengan bergabung dengan keluarga dilanjutkan dengan adanya keterlibatan terapis. Membutuhkan observasi dan reformulasi hipotesis yang terus menerus
-    Ketika terapi teraputik bergerak maju, terapis berusaha menggunakan intervensi yang akan menghasilkan restrukturisasi system keluarga
Teknik :
-    Mintesis/ imitasi : mengadopsi gaya komunikasi keluarga
-    Mengaktualisasi pola transaksional keluarga : keluarga memainkan adegan interaksi
-     Menandai batas-batas : menguatkan batas-batas yang kabur dan melonggarkan yang kaku
i.   Terapi Behavioral dan Kognitif-Behavioral
 Asumsi : perilaku sebagai sesuatu yang dipelajari, menekankan pentingnya konsekuensi perilaku dalam pemeliharaan dan kemunculan ulang
 Fokus: fungsi perilaku dan kognisi
 Goal : mengidentifikasi pola perilaku, pikiran, anteseden, konsekuensi sehingga klinisi dapat membantu anggota keluarga mempelajari pola perilaku baru yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
 Tugas klinisi :
-    Mengajari keluarga mengases tindakan, pola pikir dan konsekuensi yang membuat perilaku mereka bertahan atau duiulangi.
-    Mengganti perilaku tidak efektif dengan perilaku adaptif antara lain dengan mengajarkan ketrampilan komunikasi, mengatasi masalah, strategi resolusi konflik, menjalin kontrak, negosiasi, penguatan perilaku sehat, mengurangi perilaki maladaptive.
 Teknik :
-    Restrukturisasi kognitif : meningkatkan validitas persepsi dan pemrosesan data
-     Menjalin kontrak, latihan komunikasi
j.   Terapi Keluarga Psikodinamik dan Relasi Objek
 Fokus : latar belakang intrapsikis dari masing-masing anggota, hubungan di masa lalu, ingatan serta konflik di awal kehidupan
 Tujuan : membuat pola-pola tak sadar yang berlaku dalam keluarga menjadi pola-pola yang disadari.
 Menggunakan aliansi teraputik, menelaah pertahanan dan resistensi keluarga, membantu anggota keluarga menginternalisasi objek yang adaptif .
 Teknik :
-    Empati : memahami berbagai pengalaman dari perspektif keluarga tsb
-     Interpretasi : mengklarifikasi aspek yang tidak disadari
-     Netralitas analitik : terapis mempertahankan sikap mental yang analitik
4.  Proses dan Teknik Terapi Keluarga   

Therapy umumnya mulai dengan usaha untuk menemukan apa yang sedang mengganggu keluarga dan apa yang mereka harapkan melalui terapi ini. Sesi pertama atau kedua hanya boleh melibatkan pasangan yang sudah menikah, dimana sebagai pemimpin menyangkut keluarga. Yang secara khas cukup, masalah yang ada dikaitkan dengan perilaku yang menganggu menyangkut pasien yang dikenali "Pemuda lontang lantung mogok sekolah, dan menggunakan narkoba." Itu hampir suatu kebenaran mutlak bahwa semua anggota keluarga tidak membagi dugaan yang sama tentang apa yang salah, mengapa masalah datang, atau seberapa penting hal itu diharapkan untuk di tritmen bersama-sama. Untuk memperjelas gabungan persepsi dan alasan adalah suatu awal tugas penting. Dalam proses yang sama, therapis berusaha untuk mengkomunikasikan sebagian dari peraturan utama, bahwa semua anggota akan diperlakukan sebagai individu, mereka masing-masing diharapkan untuk mengambil bagian, dan poin-poin pandangan mereka akan dihargai.

SUMBER :
Becvar, Dorothy S. Becvar, Raphael J. 1976.Family Teraphy ( A systematic Intregation). Adivision of  Simon & Schester, Inc. Needham Height; Massachusetts.
Korchin, Sheldon J. 1976.Modern Clinical Psychology. Basic Books, Inc. Publishers: New York.

Nietzel, Michael. 1998. Introduction To Clinical Psychology. Simon & Schuster /  Aviacom Company. UpperSaddle River: New Jersey.

posted under | 0 Comments

posted under | 0 Comments

#PSIKOTERAPI "TERAPI KELOMPOK "

TERAPI KELOMPOK

1. Pengertian Terapi Kelompok
Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa). Terapi kelompok adalah perawatan modalitas untuk lebih dari satu orang yang menyediakan hasil yang terapeutik untuk individu (Deborah Atai Otong). Terapi Kelompok adalah proses keperawatan teurapeutik yang dilakukan dalam kelompok. (Judih Haber)
Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal :
1. Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2. Memperbaiki hubungan interpersonal.
3. Perubahan tingkah laku.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Terapi kelompok merupakan metoda pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media proses pertolongan profesional. Maksudnya ialah individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok penyembuhan dan kemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh seorang atau satu tim petugas kesehatan.

2. Tujuan Terapi Kelompok
Tujuan Umum :
* Meningkatkan kemampuan uji realitas
* Membentuk sosialisasi
* Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional dengan perilaku defensive
* Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif
Tujuan Khusus :
* Meningkatkan identitas diri
* Menyalurkan emosi
* Keterampilan hubungan social
Tujuan Rehabilitatif :
* Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
* Soialisasi di tengah masyarakat
* Empati
* Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan penyelesaian.

3. Bentuk-bentuk Terapi Kelompok
Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis terapi individual yaitu :
a. Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.
b. Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan memaksimalkan nilai diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka”mempunyai problem yang sama”
c. Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik yang  disadari  pasien dan memprosesnya dari obserpasi interaksi antar anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut (tomg, 2004).

4. Proses Pelaksanaan Terapi Kelompok
Proses terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
1. Tahap Intake
Terjadi kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
2. Tahap Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
3. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
4. Tahap Pengembangan Kelompok
Petugas kesehatan  harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
5. Tahap Evaluasi dan Terminasi

Evaluasi tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi dapat dilakukan.


SUMBER :

Ahmad, T. 2012. Makalah terapi kelompok. http://katumbu.blogspot.co.id/2012/06/makalah-terapi-kelompok.html. Diakses pada tanggal 26 Juni 2016.

posted under | 0 Comments

#Psikoterapi "Behavior"


Sejarah Perkembangan
Steven Jay Lynn dan John P. Garske (1985) menyebutkan bahwa di kalangan konselor/psikolog, teori dan pendekatan behavior sering disebut sebagai modifikasi perilaku (behavior modification) dan terapi perilaku (behavior therapy), sedangkan menurut Carlton E. Beck (1971) istilah ini dikenal dengan behavior therapy, behavior counseling, reinforcement therapy, behavior modification, contingency management.
Awal tahun 1980-an muncul pembaharuan behaviorisme yaitu neo-behaviorisme yang menekankan pada classical conditioning dalam etiologi dan perlakuan (treatment) terhadap neurosis, di mana konsep baru ini berlawanan dengan sebutan black box/black boxes. Pada akhir tahun 1980-an konsep behaviorisme difokuskan pada behavioral medicine yang merujuk pada pendekatan psikologis yang menangani kondisi physical or medicine disorder. Corey (2005) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep ini di tahun tahun 1980-an peran emosi ditekankan, dua hal yang sangat penting untuk dikembangkan dalam behaviorisme adalah ; (1) cognitive behavior therapy sebagai kekuatan utama, dan (2) mengaplikasikan teknik terapi behavioral untuk mencegah dan memberi perlakuan pada medical disorders. Pada akhir tahun 1980 Association for Advancement of Behavior Therapy telah memiliki anggota kurang lebih 4.300 orang dan tidak kurang dari 50 jurnal sebagai media publikasi ilmiah. Adapun tokohtokoh pengembang behaviorisme adalah ; Skinner, Pavlov, Eysenck, Joseph Wolpe, Albert Bandura, Albert Ellis, Aaron T. Beck, Ricard Walters, Arnold Lazarus, dan J. B. Watson.

Asumsi Dasar dan Konsep Teori Behavioristik
Steven Jay Lynn dan John P. Garske (1985) mengemukakan bahwa asumsi dasar dalam pendekatan behavioristik adalah
(1) memilliki konsentrasi pada proses perilaku,
(2) menekankan dimensi waktu here and now,
(3) manusia berada dalam perilaku maladaptif,
(4) proses belajar merupakan cara efektif untuk mengubah perilaku maladaptif,
(5)  melakukan penetapan tujuan pengubahan perilaku,
(6) menekankan nilai secara empiris dan didukung dengan berbagai teknik dan metode.
Sedangkan menurut Kazdin (2001), Miltenberger (2004), dan Spiegler & Guevremont (2003) yang dikutip oleh Corey (2005) karakteristik dan asumsi mendasar dalam behavioristik adalah
(1)  terapi perilaku didasarkan pada prinsip dan prosedur metode ilmiah,
(2)  terapi perilaku berhubungan dengan permasalahan konseli dan faktor-faktor yang    mempengaruhinya,
(3) konseli dalam terapi perilaku diharapkan berperan aktif berkaitan dengan permasalahannya,
(4) menekankan keterampilan konseli dalam mengatur dirinya dengan harapan mereka dapat bertanggung jawab,
(5)  ukuran perilaku yang terbentuk adalah perilaku yang nampak dan tidak nampak, mengidentifikasi permasalahan dan mengevaluasi perubahan,
(6) menekankan pendekatan self-control di samping konseli belajar dalam strategi mengatur diri,
(7) intervensi perilaku bersifat individual dan menyesuaikan pada permasalahan khusus yang dialami konseli,
 (8) kerjasama antara konseli dengan konselor,
 (9) menekankan aplikasi secara praktis dan
(10)konselor bekerja keras untuk mengembangkan prosedur kultural secara spesifik untuk mendapatkan konseli yang taat dan kooperatif.

Tujuan dan Kegunaan Teori Behavioristik
Pendekatan behavioristik merupakan usaha untuk memanfaatkan secara sistematis pengetahuan teoritis dan empiris yang dihasilkan dari penggunaan metode eksperimen dalam psikologi untuk memahami dan menyembuhkan pola tingkah laku abnormal. Untuk pencegahan dan penyembuhan abnormalitas tersebut dimanfaatkan hasil studi eksperimental baik secara deskriptif maupun remedial.
Pendekatan behavior bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang salah suai dan membentuk tingkah laku baru. Pendekatan tingkah laku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok. Menurut Corey (1986) tujuan pendekatan behavioristik adalah sebagai refleksi masalah konseli, dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling dan sebagai kerangka untuk menilai hasil konseling.

Karakateristik pendekatan behavioristik
yang dikemukakan oleh Eysenck, adalah pendekatan tingkah laku yang ;
a. Didasarkan pada teori yang dirumuskan secara tepat dan konsisten yang mengarah kepada kesimpulan yang dapat diuji.
 b. Berasal dari hasil penelaahan eksperimental yang secara khusus direncanakan untuk menguji teori-teori dan kesimpulannya.
 c. Memandang simptom sebagai respons bersyarat yang tidak sesuai (un-adaptive conditioned responses)
d. Memandang simptom sebagai bukti adanya kekeliruan hasil belajar 6
e. Memandang bahwa simptom-simptom tingkah laku ditentukan berdasarkan perbedaan individual yang terbentuk secara conditioning dan autonom sesuai dengan lingkungan masing-masing
f. Menganggap penyembuhan gangguan neurotik sebagai pembentukan kebiasaan (habit) yang baru
g. Menyembuhkan simptom secara langsung dengan jalan menghilangkan respon bersyarat yang keliru dan membentuk respon bersyarat yang diharapkan
h. Menganggap bahwa pertalian pribadi tidaklah esensial bagi penyembuhan gangguan neurotik, sekalipun untuk hal-hal tertentu yang kadang-kadang diperlukan.
Tujuan terapi
            Tujuan umum yaitu menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.

Fungsi dan peran terapis
Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru.

Pengalaman klien dalam terapi
            Pengalaman klien dalam terapi sangat mempengaruhi keberhasilan terapi. Dimana bila klien tidak mau diajak bekerja sama atau aktif maka tipis kemungkinan keberhasilan dari terapi.
Hubungan antara terapi dan klien
Hubungan antara terapi dan klien memberi kontribusi yang signifikan bagi proses perubahan perilaku. Sehingga terapis dituntut memilki skill yang tinggi dalam membangun rapport pada klien.

Penerapan Terapi : Teknik dan Prosedur
1)     Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.
2)      Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.
3)      Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:
·         Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung
·         Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya
·         Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’
·         Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya
·         Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Fokus terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
4)      Pencontohan (modelling methods), melalui proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.
5)      – Self-Management Programs, Teknik ini mencoba menyatukan unsur kognitif dalam proses perubahan perilaku, dengan asumsi bahwa klienlah yang paling tau apa yang mereka butuhkan. Konselor yang mempertimbangkan apakah sesi terapi berjalan baik atau tidak, disini konselor merupakan mediator.
– Self-Directed Behavior, merupakan teknik dimana perubahan perilaku diarahkan pada diri klien itu sendiri. Klienlah harus merasa bahwa terapi ini penting untuk mengatasi masalahnya. Contohnya, dalam masalah obesitas. Hal yang dapat dilakukan yaitu misalnya meminta klien untuk menuliskan program perubahan dirinya dalam diari. Jam berapa dan berapa kali ia akan makan. Jika ia tidak berhasil, ia harus menuliskan perasaan dan sebab-sebab hal tersebut didalam diarinya. Atau jika program telah dijalankan, klien dapat memberikan hadiah untuk dirinya sendiri misalnya pergi shopping.
6)      Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).




DAFTAR PUSTAKA
Sanyata, S. 2012. Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling. Jurnal Paradigma. No. 14 Th. VII.
Yosi. 2011. Terapi Tingkah Laku (Behavioristik).


posted under | 0 Comments
Postingan Lama

Followers


Recent Comments