#Psikoterapi "Behavior"
Sejarah Perkembangan
Steven Jay Lynn dan John P. Garske (1985)
menyebutkan bahwa di kalangan konselor/psikolog, teori dan pendekatan behavior
sering disebut sebagai modifikasi perilaku (behavior modification) dan terapi
perilaku (behavior therapy), sedangkan menurut Carlton E. Beck (1971) istilah
ini dikenal dengan behavior therapy, behavior counseling, reinforcement
therapy, behavior modification, contingency management.
Awal tahun 1980-an muncul pembaharuan behaviorisme
yaitu neo-behaviorisme yang menekankan pada classical conditioning dalam
etiologi dan perlakuan (treatment) terhadap neurosis, di mana konsep baru ini
berlawanan dengan sebutan black box/black boxes. Pada akhir tahun 1980-an
konsep behaviorisme difokuskan pada behavioral medicine yang merujuk pada
pendekatan psikologis yang menangani kondisi physical or medicine disorder.
Corey (2005) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep ini di tahun tahun
1980-an peran emosi ditekankan, dua hal yang sangat penting untuk dikembangkan
dalam behaviorisme adalah ; (1) cognitive behavior therapy sebagai kekuatan
utama, dan (2) mengaplikasikan teknik terapi behavioral untuk mencegah dan
memberi perlakuan pada medical disorders. Pada akhir tahun 1980 Association for
Advancement of Behavior Therapy telah memiliki anggota kurang lebih 4.300 orang
dan tidak kurang dari 50 jurnal sebagai media publikasi ilmiah. Adapun
tokohtokoh pengembang behaviorisme adalah ; Skinner, Pavlov, Eysenck, Joseph
Wolpe, Albert Bandura, Albert Ellis, Aaron T. Beck, Ricard Walters, Arnold
Lazarus, dan J. B. Watson.
Asumsi Dasar dan
Konsep Teori Behavioristik
Steven Jay Lynn dan John P. Garske (1985)
mengemukakan bahwa asumsi dasar dalam pendekatan behavioristik adalah
(1)
memilliki konsentrasi pada proses perilaku,
(2)
menekankan dimensi waktu here and now,
(3)
manusia berada dalam perilaku maladaptif,
(4) proses belajar merupakan cara
efektif untuk mengubah perilaku maladaptif,
(5) melakukan penetapan tujuan pengubahan
perilaku,
(6) menekankan nilai secara empiris dan
didukung dengan berbagai teknik dan metode.
Sedangkan menurut Kazdin (2001), Miltenberger
(2004), dan Spiegler & Guevremont (2003) yang dikutip oleh Corey (2005)
karakteristik dan asumsi mendasar dalam behavioristik adalah
(1)
terapi perilaku didasarkan pada prinsip dan prosedur metode ilmiah,
(2) terapi perilaku berhubungan dengan
permasalahan konseli dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya,
(3) konseli dalam terapi perilaku
diharapkan berperan aktif berkaitan dengan permasalahannya,
(4) menekankan keterampilan konseli
dalam mengatur dirinya dengan harapan mereka dapat bertanggung jawab,
(5) ukuran perilaku yang terbentuk adalah perilaku
yang nampak dan tidak nampak, mengidentifikasi permasalahan dan mengevaluasi
perubahan,
(6) menekankan
pendekatan self-control di samping konseli belajar dalam strategi mengatur
diri,
(7) intervensi perilaku bersifat
individual dan menyesuaikan pada permasalahan khusus yang dialami konseli,
(8) kerjasama antara konseli dengan konselor,
(9) menekankan aplikasi secara praktis dan
(10)konselor bekerja keras untuk
mengembangkan prosedur kultural secara spesifik untuk mendapatkan konseli yang
taat dan kooperatif.
Tujuan dan Kegunaan
Teori Behavioristik
Pendekatan behavioristik merupakan usaha untuk
memanfaatkan secara sistematis pengetahuan teoritis dan empiris yang dihasilkan
dari penggunaan metode eksperimen dalam psikologi untuk memahami dan
menyembuhkan pola tingkah laku abnormal. Untuk pencegahan dan penyembuhan
abnormalitas tersebut dimanfaatkan hasil studi eksperimental baik secara
deskriptif maupun remedial.
Pendekatan behavior bertujuan untuk menghilangkan tingkah
laku yang salah suai dan membentuk tingkah laku baru. Pendekatan tingkah laku
dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang
sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok. Menurut Corey
(1986) tujuan pendekatan behavioristik adalah sebagai refleksi masalah konseli,
dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling dan sebagai kerangka untuk
menilai hasil konseling.
Karakateristik
pendekatan behavioristik
yang
dikemukakan oleh Eysenck, adalah pendekatan tingkah laku yang ;
a. Didasarkan pada teori yang dirumuskan
secara tepat dan konsisten yang mengarah kepada kesimpulan yang dapat diuji.
b. Berasal dari hasil penelaahan eksperimental
yang secara khusus direncanakan untuk menguji teori-teori dan kesimpulannya.
c. Memandang simptom sebagai respons bersyarat
yang tidak sesuai (un-adaptive conditioned responses)
d. Memandang simptom sebagai bukti
adanya kekeliruan hasil belajar 6
e. Memandang bahwa simptom-simptom
tingkah laku ditentukan berdasarkan perbedaan individual yang terbentuk secara
conditioning dan autonom sesuai dengan lingkungan masing-masing
f. Menganggap penyembuhan gangguan neurotik
sebagai pembentukan kebiasaan (habit) yang baru
g. Menyembuhkan simptom secara langsung
dengan jalan menghilangkan respon bersyarat yang keliru dan membentuk respon
bersyarat yang diharapkan
h. Menganggap bahwa pertalian pribadi
tidaklah esensial bagi penyembuhan gangguan neurotik, sekalipun untuk hal-hal
tertentu yang kadang-kadang diperlukan.
Tujuan terapi
Tujuan
umum yaitu menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa
pemeblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku
kontemporer menekankan peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan
mereka.
Fungsi dan peran
terapis
Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan
direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah
dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis
berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan
mengarah pada tingkah laku yang baru.
Pengalaman klien dalam terapi
Pengalaman
klien dalam terapi sangat mempengaruhi keberhasilan terapi. Dimana bila klien
tidak mau diajak bekerja sama atau aktif maka tipis kemungkinan keberhasilan
dari terapi.
Hubungan
antara terapi dan klien
Hubungan
antara terapi dan klien memberi kontribusi yang signifikan bagi proses
perubahan perilaku. Sehingga terapis dituntut memilki skill yang tinggi dalam
membangun rapport pada klien.
Penerapan Terapi :
Teknik dan Prosedur
1) Training
Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam
kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom
psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan
insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik
ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil
mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan
hal-hal yang menyenangkan.
2) Desensitisasi
Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga
dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi
interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang
digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas
seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan
keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang
dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu
rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam.
Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara
berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan
antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut
terhapus.
3) Latihan
Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan
peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:
·
Tidak mampu mengungkapkan
kemarahan/perasaan tersinggung
·
Menunjukkan kesopanan yang berlebihan
dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya
·
Memiliki kesulitan untuk mengatakan
‘tidak’
·
Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan
afeksi dan respon-respon positif lainnya
·
Merasa tidak punya hak untuk memiliki
perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Fokus
terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh
melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi
ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak
untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
4) Pencontohan
(modelling methods), melalui proses pembelajaran observasi, para klien
dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses
belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku.
Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau
direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.
5) –
Self-Management Programs, Teknik ini mencoba menyatukan unsur kognitif dalam
proses perubahan perilaku, dengan asumsi bahwa klienlah yang paling tau apa
yang mereka butuhkan. Konselor yang mempertimbangkan apakah sesi terapi
berjalan baik atau tidak, disini konselor merupakan mediator.
–
Self-Directed Behavior, merupakan teknik dimana perubahan perilaku diarahkan pada
diri klien itu sendiri. Klienlah harus merasa bahwa terapi ini penting untuk
mengatasi masalahnya. Contohnya, dalam masalah obesitas. Hal yang dapat
dilakukan yaitu misalnya meminta klien untuk menuliskan program perubahan
dirinya dalam diari. Jam berapa dan berapa kali ia akan makan. Jika ia tidak
berhasil, ia harus menuliskan perasaan dan sebab-sebab hal tersebut didalam
diarinya. Atau jika program telah dijalankan, klien dapat memberikan hadiah
untuk dirinya sendiri misalnya pergi shopping.
6) Multimodal
Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan
klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami
masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior,
affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships,
dan drugs/biology).
DAFTAR PUSTAKA
Sanyata, S. 2012. Teori dan Aplikasi
Pendekatan Behavioristik dalam Konseling. Jurnal Paradigma. No. 14 Th. VII.
Yosi.
2011. Terapi Tingkah Laku (Behavioristik).
https://trueorwrong.wordpress.com/2011/02/23/terapi
tingkah-laku-behavioristik/
0 komentar:
Posting Komentar